top of page

Memory: Lost and Returned

  • Writer: Sharel Giovana
    Sharel Giovana
  • Dec 23, 2021
  • 5 min read

Updated: Mar 5, 2024

“The more you love a memory, the stronger and stranger it becomes.” - Vladimir Nabokov

Pernahkah kamu mengingat-ingat untuk mengambil barang seperti jam tangan atau buku catatan dari kamar tidur, tetapi sesampainya kamu di kamar kamu lupa barang apa yang harus di ambil? Atau coba pikirkan kenangan liburanmu yang paling menyenangkan. Dan sekarang coba mengingat baju apa yang kamu pakai pergi dua minggu lalu. Kemungkinan besar kamu mengingat hal yang pertama dengan sangat jelas dan dengan yakin, namun ingatan kedua mungkin tidak sekuat yang pertama. Mengapa demikian? Mengapa kita dapat mengingat beberapa hal dengan baik, tapi sangat cepat juga lupa akan hal yang lain?


Memori atau ingatan adalah hal yang penting bagi kehidupan manusia untuk bertahan. Menurut peneliti memori dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyimpan informasi dan mengingatnya di lain waktu (Bisaz et al., 2014). Hal – hal kecil yang terlihat sepele mampu kita lakukan karena kita mengingat bagaimana cara untuk melakukannya, seperti naik sepeda atau mengikat tali sepatu. Bahkan mungkin kita sendiri tidak mengingat pertama kali kita melakukannya, dan entah bagaimana kita bisa. Terlebih lagi, memori sangat penting bagi siswa dan mahasiswa dalam process belajar, yaitu untuk memahami pelajaran yang sudah berlalu dan mengingat kembali materi yang sudah dipelajari sebelumnya di waktu ujian. Namun tidak semua ingatan disimpan dalam waktu yang panjang dan mengakibatkan kita lupa akan hal yang baru saja didengar atau dibaca.





Untuk memahaminya lebih jauh, kita harus mulai dari awal, yaitu bagaimana memori atau ingatan dibentuk. Berikut penjelasan biologisnya. Saat kita mengalami suatu peristiwa atau pengalaman, seperti membaca satu bab buku untuk ujian, informasi peristiwa itu diubah menjadi energy yang dibawa ke sepanjang jaringan sel neutron di otak. Pada awalnya informasi masuk ke dalam ingatan jangka pendek yang bertahan hanya sementara, biasanya sekitar beberapa detik. Kemudian ditransfer ke ingatan jangka panjang yang bisa bertahan lebih lama bahkan bisa sampai seumur hidup (Bisaz et al., 2014). Informasi memori mulai dibentuk di bagian otak yaitu hipokampus, dimana neuton saling berkomunikasi melalui sinapsis antara satu dengan yag lain (Gravitz, 2019). Sinapsis yang merupakan celah kecil antara neuron bertanggung jawab atas jalannya informasi antar sel otak. Semakin sering neuron berhubungan maka akan lebih kuat koneksi untuk membentuk memori dan akan membuatnya tersimpan lebih lama (Gravitz, 2019).


Dari penjelasan biologis oleh peneliti Lauren Gravitz, dapat disimpulkan bahwa kita hilang ingatan atau lupa akan sesuatu dikarenakan oleh sinapsis yang melemah. Factor yang dapat mempengaruhinya adalah usia. Semakin tua seseorang, maka semaking lemah juga kemampuannya untuk mengingat akan suatu hal (Deak et al., 2016; Small, 2002). Maka itu tidak heran kalau orang yang lanjut usia memiliki masalah dalam ingatan. Terlebih lagi dengan lanjutnya usia, kesehatan fisik maupun mental seseorang berkurang yang mengakibatkan perhatian menurun dan berkontribusi dalam kemampuan ingatan seseorang.


Selain itu interference atau gangguan saat mengingat atau menghafal sesuatu juga menjadi penyebab utama kita lupa (Kalat, 2017). Contohnya, kita diberikan daftar 10 kata untuk dihafal. Dengan mudah kita dapat mengingatnya kembali setelah beberapa waktu menghafal. Namun bagaimana jika diberikan daftar kata – kata yang baru? Pastinya akan lebih sulit untuk mengingat semua dari daftar yang lama dan yang baru. Hermann Ebbinghaus, psikolog asal Jerman mendedikasikan hidupnya dalam mempelajari memori dengan menghafal daftar kata- kata yang tidak masuk diakal. Ia menyimpulkan bahwa setelah banyak menghafal kata-kata yang serupa, ingatan kita akan semakin berantakan. Tetapi walaupun demikian, tetap kita bisa menambahkan hafalan pada memori. Hanya saja, akan lebih sulit untuk mengingat kembali dari begitu banyak hafalan. Bisa dari materi baru yang bertambah, yang mengakibatkan materi lama terlupakan atau sebaliknya (Kalat, 2017).


Berikutnya, penyebab paling umum dari masalah memori adalah stres (Sandi, 2007). Menurut penelitian, stress dan kecemasan mempunyai pengaruh dalam kognisi, yang salah satunya adalah memori (Lukasik et al., 2019). Ketika kita sering menambah beban secara mental dalam pekerjaan atau tanggung jawab, tubuh kita menimbulkan respons stres. Stres kronis menyebabkan pikiran kita dibanjiri oleh zat – zat kimia dalam otak dan mengakibatkan hilangnya sel serta menghambat terbentuknya sel – sel baru (Sandi, 2007). Efek yang saja juga terjadi bagi penderita depresi yang diperarah dengan kecemasan. Depresi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi yang baru (Kizilbash et al., 2002).


Lalu bagaimana cara untuk mempertahankan kesehatan otak dan membawa kembali memori? Menurut berbagai penelitian terdapat beberapa strategi untuk menjaga ingatan dan mencegah hilangnya memori. Pertama, pastikan kami tetap aktif secara fisik. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah otak yang penting bagi perumbuhan sel – sel baru untuk memperkuat daya ingat (Small, 2002). Olahraga otak juga penting, seperti kegiatan brain teaser atau belajat bahasa baru. Kedua, selalu menjaga gaya makan yang sehat. Obesitas karena banyak konsumsi makanan berminyak dapat menyebabkan penurunan memori dan demensia. Sedangkan diet rendah lemak pada dewasa dapat mengurangi risiko alzheimer di lanjut usia. Namun, terdapat juga lemak yang baik bagi kesehatan otak, seperti minyak zaitun yang bisa masuk dalam daftar makanan hidup sehat (Schneider et al., 2020; Small, 2002).


Terakhir namun yang terpenting adalah tidur yang cukup dan teratur. Tidak ada perasaan lebih nyaman daripada beristirahat setelah hari yang melelahkan. Siapa sangka ternyata tidur mempunyai banyak manfaat bagi tubuh secara mental, fisik dan juga kognisi. Peneliti (Potkin & Bunney, 2012) memeriksa efek tidur pada memori di kalangan anak remaja. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa terdapat peningkatan 20.6% pada daya memori partisipan yang tidur teratur dibanding yang tidak. Hasil yang sama juga didapati dari peneliti oleh dimana konsolidasi memori pada hipokampus berkaitan dengan tidur yang cukup (Lewis, 2019).


Akhir – akhir ini tidak banyak yang berbicara mengenai pentingnya memori. Mungkin dari kita sendiri yang terkadang lupa. Akan tetapi sudah pasti tidak ada di antara kita yang mau mengalami memory loss terutama dengan usia yang masih muda. Hal – hal kecil dalam gaya hidup berdampak besar tidak hanya bagi fisik atau mental, tapi juga dalam kesadaran kognisi. Itu juga jika kita mengingatnya atau tidak.




Referensi:

Bisaz, R., Travaglia, A., & Alberini, C. M. (2014). The neurobiological bases of memory formation: From physiological conditions to psychopathology. Psychopathology, 47(6). https://doi.org/10.1159/000363702


Deak, F., Kapoor, N., Prodan, C., & Hershey, L. A. (2016). Memory loss: Five new things. In Neurology: Clinical Practice (Vol. 6, Issue 6). https://doi.org/10.1212/CPJ.0000000000000314


Gravitz, L. (2019). The forgotten part of memory. In Nature (Vol. 571, Issue 7766). https://doi.org/10.1038/d41586-019-02211-5


Kalat, J. W. (2017). Introduction to Psychology (11th ed.). Cengage Learning.


Kizilbash, A. H., Vanderploeg, R. D., & Curtiss, G. (2002). The effects of depression and anxiety on memory performance. Archives of Clinical Neuropsychology, 17(1). https://doi.org/10.1016/S0887-6177(00)00101-3


Lewis, S. (2019). To sleep, to remember. Nature Reviews Neuroscience, 20(1). https://doi.org/10.1038/s41583-018-0108-y


Lukasik, K. M., Waris, O., Soveri, A., Lehtonen, M., & Laine, M. (2019). The relationship of anxiety and stress with working memory performance in a large non-depressed sample. Frontiers in Psychology, 10(JAN). https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.00004


Potkin, K. T., & Bunney, W. E. (2012). Sleep improves memory: The effect of sleep on long term memory in early adolescence. PLoS ONE, 7(8). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0042191


Sandi, C. (2007). Memory impairments associated with stress and aging. In Neural Plasticity and Memory: From Genes to Brain Imaging. https://doi.org/10.1201/9781420008418.ch12


Schneider, F., Horowitz, A., Lesch, K. P., & Dandekar, T. (2020). Delaying memory decline: different options and emerging solutions. In Translational Psychiatry (Vol. 10, Issue 1). https://doi.org/10.1038/s41398-020-0697-x


Small, G. W. (2002). What we need to know about age related memory loss. In British Medical Journal (Vol. 324, Issue 7352). https://doi.org/10.1136/bmj.324.7352.1502



Commentaires


bottom of page